Matahari belum juga terbit ketika ia melangkahkan kaki ke pawon. Duduk terdiam diatas amben kecil ditemani keluk dari tungku tempat memasak air. Senthir sudah lama padam.
Diam, menikmati aroma pawon sambil memperhatikan keluk yang terlihat samar dengan penerangan api dari tungku.
Dinding gedheg di sampingnya mulai mengeluarkan suara suara....
"Brambange dikupas semua tum" Perintah suara wanita yang lebih tua, suara Simbah Putrinya.
Matanya mencari celah antar anyaman gedheg . Nampak cahaya temaram dari ruang sebelah.
"Sedoyo ndoro?" tanya mbak Tum
"Iyo, kabeh." Kata si mbah.
Dua perempuan itu duduk sambil mulai mengolah bumbu.
"Piye iki Tum, anakku kok uripe soyo nelongso" sambat Simbah
"Pripun ndoro?" Tanya mbak Tum sopan tangannya masih sibuk mengupas brambang
" Bojone anakku kui lho Tum, kesrimpet bebed kesandhung gelung"
Raut wajah mbak Tum terlihat bingung
"Bapakke Ndalu kui Tum, lagi edan wedhokan
Itu sebabnya Ibu mengajakku pulang ke rumah simbah kali ini? Kenapa semua buku pelajaranku pun dibawa? Tiba tiba aku rindu rumahku.....
to be continued....
Note:
pawon : dapur
gedheg : dinding dari anyaman bambu
Senthir : suluh
Brambang : bawang merah
Sedoyo ndoro : semua nyonya
Iyo, kabeh : iya semua
Piye iki : bagaimana ini
uripe soyo nelongso : hidupnya semakin susah
Pripun ndoro : bagaimana nyonya
Bojone : suami / istri
kesrimpet bebed kesandhung gelung : pepatah jawa untuk menggambar kan keadaan seorang laki laki yang sudah beristri jatuh cinta pada perempuan lain.
edan wedhokan : gila perempuan.
sepertinya ini hanya 1/10 dari keseluruhan cerita, tak tunggu lanjutannya
BalasHapus