Hari belum gelap benar, gending masih mengalun, arak masih terus dituangkan suara tawa orang orang masih nyaring terdengar tapi aku sudah merasa cukup lelah. Perlahan bangkit dari duduk diam ku lalu berjalan pulang.
Dari jauh masih kulihat Emak duduk di bale bale bambu depan rumah, menunggu suaminya pulang.
Bukan, bukan bapakku. Bapak hilang di laut 7 tahun yang lalu. Lalu Emak menikah lagi dengan orang sekampung kami. Pak Man, usianya 2 kali usia Emak. Kenapa Emak mau menikahinya? karena Pak Man tidak punya keluarga, pak Man yang baik itu hidup sebatang kara sama seperti Emak ku dulu sebelum menikah dengan Bapak.
"San, tidak kau lihat tadi Pak Man mu di tempat orang kawin?" tanya Emak saat aku sudah 3 langkah didepannya
"Tidak ada Mak, tadi apa katanya saat pamit pada Emak?" Aku balik bertanya
"Bilangnya tadi pergi ke kawinan" Emak setengah menerawang. Emakku kadang ia ada kadang ia "hilang".
"Biar nanti kucari Mak" Aku sudah akan bergerak ketika Emak berkata lagi
"Biar...biarkan San, nanti juga akan kembali" Katanya lemah
Tapi Pak Man tak pernah pulang lagi. Emak mungkin tidak akan pernah ingat kenapa Pak Man tak pulang . Hanya aku yang tau.
Pak Man sudah kukuburkan diladang kami yang dikaki bukit, tidak jauh dari tempat aku mengubur Bapak. Bapak tidak mati di laut seperti yang selalu kubilang pada orang orang kampung.
Bukan, bukan aku yang membunuh mereka. Tapi Emak. Saat Emak "hilang" sifat kasarnya muncul. Tak segan menghajarku ataupun memukul. Ini mungkin kenapa Emak dibuang keluarganya di desa kami.
Aku memang tidak pernah melihat langsung bagaimana terjadinya tapi selalu ketika aku pulang sudah banyak darah di lantai tanah rumah kami yang kulakukan hanya mencari dimana jasadnya lalu menguburkannya. Emak? aku akan menemukannya tertidur nyenyak di amben.
Perlahan kubasuh darah yang ada ditangannya, lalu kuganti pakaiannya kemudian berangkat membawa jenasah ke ladang. Menangisi Bapak, menangisi Pak Man, menangisi sampai kapan Emak akan seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar