Kamis, 28 Juni 2012

suatu sore

Beberapa hari lalu pak Gondo datang mengunjungi saya, mau ambil kerjaan. Saya dan pak Gondo adalah sahabat lama. Sering pembicaraan kami pun saya tulis. Termasuk yang kali ini. 


Pak Gondo dan bu Gondo adalah pasangan gay, buat saya ketika sahabat saya bilang ia gay saya tidak bisa melarang dengan ajaran agama atau sebagainya karena jujur saya juga tidak sempurna. Maka saya hanya bisa ikut bahagia nderek bingah kalau ia pun bahagia. Maka jika suatu ketika moral saya dipertanyakan ketika saya menerima orang lain menjadi gay ...biarlah. 


Pak Gondo seperti biasa punya banyak cerita baru, selain tampilannya yang semakin modis, punya kaos ketat warna pink, punya dompet kulit levi's yang model panjang (setahu saya ia dulu lebih suka yang kelihatan laki laki dan macho).


"Cyin, akhirnya orang tua bu Gondo kasih lampu hijau pada kami" . Lalu mengalirlah cerita tentang kakek Gondo (ayahnya bu Gondo). Keluarga bu Gondo adalah keluarga yang religius, terpandang di daerahnya dan terpelajar. Setengah mati mereka menentang kisah asmara kedua orang teman saya ini. Sampai akhirnya kakek Gondo jatuh sakit setelah menunaikan ibadah. 


Dalam keadaan yang sudah melewati koma, si anak (bu Gondo) akhirnya pulang. Tanpa mempedulikan keluarga mengucilkannya setahun belakangan. Di luar dugaan, sang ayah mengajak bicara dari hati ke hati anaknya. Si ayah bilang, berat rasanya harus bermusuhan dengan putranya, Jika Tuhan Maha Mengasihi ciptaannya kenapa kita umatnya tidak mencoba melakukan hal yang sama. 


Baik baik dalam keadaan terbata bata ditanya sang putra, apakah sudah mantap dengan pilihan hidupnya? apakah sudah pernah mencoba dekat dengan perempuan? sang anak menjelaskan pada ayahnya apa yang terjadi pada hidupnya sedari ia kecil mulai menginjak remaja dulu sampai sekarang.


Lagi lagi diluar dugaan, sang ayah menganjurkannya untuk mulai menata hidup. Layaknya pasangan hetero lainnya mereka harus punya rencana untuk masa depannya, termasuk asuransi dan mengadopsi anak supaya mereka lebih punya gairah untuk mencari nafkah. Meski diakhir kata beliau bilang belum bisa bertemu dengan pasangan anak nya, tapi minimal ia sudah bisa menerima keadaan anaknya.


Maka bergulirlah topik pembicaraan menjadi tentang anak. Dalam hati saya masih terkagum kagum pada kakek Gondo yang amat sayang pada anaknya sampai bisa menerima keadaan yang dulu dia benci dan tentang habis habisan. 


Tentang anak ini pak Gondo bilang pada saya, punya anak itu baik tapi ia ingin ketika punya anak nanti si anak dapat yang terbaik. Dalam artian lingkungan yang LGBT friendly, sekolah yang juga tidak mempermasalahkan lalu yang terpenting adalah anaknya hidup dalam lingkungan yang seimbang. 


Seimbang disini dalam artian, dia akan punya figur maskulin dan feminin yang benar benar perempuan. karena se ngondek (bahasanya dia ya) nya bu Gondo tetap dasarnya ia laki laki. Sifat laki laki nya pasti akan muncul juga, jangan sampai si anak nanti kebingungan. Bukan berarti dia harus punya istri untuk dapet figur itu tapi mungkin dari nenek dari sahabat orang tua, dari tantenya. 


Saya paham keinginannya ini baik, ia hanya tidak ingin anak nya kurang balance nantinya. Saat itulah saya merasa benar benar tinggal kelas. Betapa tidak, bahkan sahabat saya yang gay pun sudah melakukan pembicaraan yang serius tentang memiliki anak sementara saya masih saja sibuk mainan lem dan tidak punya teman dekat laki laki satu pun :p


Hahahahaha...lucu ya hidup. Lalu teringat kata kata seorang sahabat 'jodoh tidak mungkin tertukar" lalu kalau semakin banyak pasangan gay mungkin nggak pasangan saya sekarang ini memutuskan untuk jadi gay... hahahaha.... nggak ngerti.


Anyway yang bener bener bikin saya masih terkagum kagum ya tentang kakek Gondo tadi ternyata benar kasih orang tua itu sepanjang masa. 


Punya anak itu berarti harus membuka pintu maaf yang lebar, punya hati yang lapang :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar