Senin, 16 Desember 2013

mampir ngombe






Wong urip iku mung mampir ngombe. Falsafah jawa yang artinya hidup itu cuma mampir minum, alias hanya sebentar.Mampir minum kesannya sepele, kesannya seolah hidup nggak berarti. Tapi benar kadang hidup itu terasa sebentar, seolah baru kemarin saya ngusili teman TK saya sampai nangis atau berebut mainan dengan adik hahahaha

Ladalaaaah berhubung cuman sebentar ya minum minuman yang enak, yang menyenangkan. Nggak melulu yang manis kadang ada yang pahit juga. Yang pahit itu yang bagus buat jiwa (sotoooy aaaah) karena kalo nggak pernah merasakan pahitnya hidup kita nggak akan pernah merasakan butuh orang lain, dan nggak akan pernah merasa bersyukur apa yang telah kita dapat. Nggersulo terus ... karepe ini karepe itu nggak pernah merasa cukup.

Saya kadang saat lelah hati dan pikiran akhirnya sambat dan nangis, biasa deh pasang musik menye menye, matiin lampu kamar dan nangis. Eeeh hlaaaa koq abis itu kepikir ini juga bagian dari si mampir minum kan. Kalo minum nya keburu buru pasti tersedak, berarti waktu nya harus mulai memelankan sruputan (hadeeeh bahasa nya campur campur).

Berarti waktunya untuk instropeksi lagi ditegukan yang mana yang saya salah. nggak bisa diulangi tapi bisa untuk selanjutnya diperbaiki. 

Lagi lagi otak kecil saya yang lemot ini kepikir kalo cuman mampir minum yuk minum yang benar benar menghilangkan dahaga. Nikmati setiap tetes nya, setiap teguknya, aroma airnya, lakukan dengan sungguh sungguh. Nikmati hidup yang cuma sebentar ini katanya. Pandangi langit biru, perhatikan tanah tempatmu berpijak, hirup udara disekitarmu, bekerja dengan sungguh sungguh, berteman dengan tulus, mencinta dengan sepenuh hati. 






note : terinspirasi dari soda gembira minuman yg menurut saya merefleksikan keceriaan :D

sedang belajar menikmati setiap detiknya juga

Kamis, 12 Desember 2013

belum ada judul

Saya sama sekali tidak terpikir bahwa peristiwa yang saya alami saat SD dulu bisa terulang kembali. Tiba tiba saya dijemput laki laki berpayung. Bedanya, waktu SD laki laki itu ayah saya, menunggu saya seperti biasa di depan komplek karena takut anaknya kehujanan. Kali ini laki laki yang perawakannya mirip ayah saya hanya saja 20 tahun lebih muda.

"Nggak susah kan nyari nya?" tanya nya sambil tersenyum tangannya mengarahkan payung ke atas kepala saya. Menunggu saya tepat ditempat yang ia janjikan. Saya hanya tersenyum. Kali pertama berjumpa. Ia tepat seperti yang digambarkannya. Hanya saja lewat telephone suara nya terdengar riang, berbeda sekali dengan tampilannya yang cenderung murung.



"Sebentar lagi kita sampai" masih nada ceria dengan raut muka datar.



Saya hampir lupa apa yang membuat saya menyetujui untuk datang ke kota ini. Kota yang asing buat saya, jauh dari kerabat dan sama sekali tidak mengenal seorangpun (kalau bisa disebut kenalan, iya mungkin laki laki ini satu satu nya kenalan saya).

Saya bosan dengan hidup saya, yang melulu seolah hanya sekedar memindahkan raga dari satu tempat ke tempat yang lain. Lalu saya mendengar suaranya dan tertarik. Seolah sedikit demi sedikit saya merasa kembali mempunyai jiwa.

Tawaran dari nya datang tak lama setelah kami sering bicara bukan berjumpa. Saya pikir baik keluar dari zona yang membosankan itu. Lalu di sinilah saya. Di kota yang mendung sepertinya tak pernah usai.



"Ini rumah saya" Katanya sambil membukakan pintu dan mempersilahkan saya masuk.


Duduk berhadapan di ruang tamu nya, kaki saya terasa dingin. Kali pertama mendatangi rumah laki laki. Meski ia bos saya.

"Sebentar lagi akan saya kenalkan pada anggota keluarga saya, saat kita makan siang." Katanya tak memandang sambil terus bergelut dengan kertas kertas kerja.

Saya hanya mengangguk dan tersenyum.

Semua tampak normal. Seorang laki laki paruh baya yang katanya tinggal dengan orang tuanya dan belum berkeluarga benar benar seperti apa yang ia bilang.

Pun ketika ia mengajak berkeliling rumahnya yang besar itu. Tidak nampak keanehan.

"Orang tua saya sedang istirahat" Nanti mereka akan menemui mu saat makan siang. 

Lagi lagi saya mengangguk.

Meja makan telah disiapkan untuk empat orang. Sesosok laki laki berusia lanjut datang dan duduk tak jauh dari saya, menyisakan kursi di ujung meja.

" Kenalkan ini ayah saya" Kata nya pada saya, Laki laki tua itu tersenyum. Saya juga sambil memberi tangan untuk berkenalan. Gumaman tak jelas keluar dari mulut nya.

Ia bangkit lalu membuka kursi yang diujung seolah mempersilahkan seseorang duduk. 

"Dan ini ibu saya tercinta" Kata nya sambil memandangi ruang kosong di kursi.

Saya terkejut tidak tahu harus bereaksi apa. Hanya senyuman kaku yang keluar.

"Ibu yang meminta saya untuk memilihmu bekerja disini, katanya kamu tepat sekali" Wajahnya kali ini benar benar ceria bukan lagi wajah datar seperti tadi.

Tiba tiba saya pusing dan semua gelap.

"Apa yang kamu lakukan? selalu saja membuat para gadis gadis itu ketakutan" samar terdengar gumaman laki laki tua tadi.

"Takut pada ibu? kenapa? ibu kan baik" Katanya seperti anak kecil dan saya benar benar jatuh pingsan ketika wajahnya yang masih ceria itu berada tepat di muka saya






Kamis, 31 Oktober 2013

Mammae

Suatu hari karena badan agak pegel, terutama di ketiak saya iseng iseng mijit diri sendiri dan ternyata dikejutkan sama 2 benjolan di payudara... langsung shock... hahahaha... nggak bisa ketawa saat itu.

Karena saat itu masih mens, dan mengikuti saran bahwa pemeriksaan sebaiknya seminggu setelah mens bersih, maka ke dokter seminggu setelahnya. Padahal saya tidur udah gak nyenyak, makan nggak enak, diare gara gara stress.

Ini juga karena nggak tau ya, jadi saya ke internist dulu. di pegang peganglah dada saya sama dokter. Dokter ini  sampun sepuh. setelah periksa pak dokter bilang, ada 2 benjolan di dada kanan.

"Semua benjolan yang ada di payudara wanita dianggap saja bahaya, maka harus langsung diperiksakan" begitu kata pak dokter. Lalu sama dokter nya di rujuk ke salah satu dokter bedah tumor yang katanya sudah nangani ribuan pasien seperti saya. dalam hati mikir, buseeeet udah ribuan dada perempuan dong dia pegang, kalo dia bukan dokter pasti dituduh player ya hehehehe *kidding

Mulai pembahasan untuk metode menganalisa si benjolan, mulai yg dengan jarum atau dengan yang langsung dioperasi. Buat nambah wawasan saya si bagus, tapi buat perasaan saya sama sekali nggak bagus karena semakin cemas.

Saya beruntung banget para sahabat saya selalu nganter dan menenangkan hati saya, Tapi saya agak gak tega begitu ngeliat wajah mereka tampak khawatir. Jadi saya becandain " yaaah, dokternya udah megang megang dada gw, gw masih juga disuruh bayar. Tapi gak papa sih orang gw belon mandi hahahaha megang megang ketek pula" 

Lalu datanglah hari ketemu dokter spesialis bedah tumor, yang ini sampun sepuh sanget. Perawatnya juga sampun sepuh, ramah semua. Enak malah diajak bercanda.Karena saya dianter temen saya tanya dulu sama susternya boleh nggak ngajak temen masuk? kalo nggak boleh saya pulang lagi nih. Ternyata boleh. 

Dokter yang ini bilang ada 3 benjolan di dada kanan dan 1 yg agak besar di dada kiri. Lagi lagi di mek mek hahahaha... temen saya ada yang bilang dinikmatin yun, ebuseeeh mana bisa kan itu periksa. Selesai periksa dokternya bilang bahwa harus di USG mammae untuk lebih pasti hasilnya, di Rumah Sakit itu juga.

"nggak usah buru buru, besok juga nggak papa" kata kata pak dokter ini yang bikin saya sedikit tenang, asumsi saya kalo ini nggak parah. Masih katanya, entar pembahasan lebih lanjut setelah USG.

Begitu sampe radiologi ternyata dokter yang di tunjuk lagi cuti hahahaha pantesan dibilang nggak usah buru buru. 

nah kita tunggu deh hari senin depan itu hasil USG nya gimana... mudah2an sih aman terkendali ya.

Tetiba dada saya jadi ngetop ... 11 12 ama dada nya Jupe lah, masa di perumahan Sonosewu Baru hampir semua ibu tau soal dada saya hahahaha... sempet kepikiran juga sih kalo semisal harus dioperasi mau saya tambahin silikon biar gede nya se Jupe -_- 
^^ 

Rabu, 16 Oktober 2013

Ulem-ulem

Gendhing Kebo Giro berkumandang tanda ke ria an.

Bapak ku menikahkan ku hari ini, meski ia tampak lemas karena belum sembuh betul. Di sisi nya selalu ada perempuan yang kutemui di Rumah sakit tempo hari. 

Tampak sabar menyiapkan keperluan bapak, pun tak nampak jengkel ketika tau bahwa bapak akan menemaniku dan Ibu dipelaminan nanti nya. O ya namanya Rum, sebut saja Bu Rum

Ibu ku membawa serta suami no 4 nya. Kurasa cap KUA buku nikah mereka pun belum kering benar saat ini. Laki laki ini lebih muda 7 tahun dari Ibu ku, terlihat jauh lebih gemuk dari terakhir kali kami bertemu. Wajahnya sumringah, sesekali aku memperhatikan ekor matanya melirik pada gadis gadis muda yang lalu lalang.

Kurang apa hidupku? bukankah harusnya hari ini aku merasa bahagia sebahagia- bahagia nya? ketika semua orang yang kusayangi datang dan membuatku istimewa. tapi aku tetap merasa sedih, merasa tidak siap dan ingin kabur saja. Seandainya ada orang yang menculikku saat ini aku pasti akan ikut dengan suka rela.

"Perhatikan langkahmu, jangan melamun" bisik ibu ku galak ketika menggandengku ke pelaminan, di sisi lain bapakku tampak memandangnya tajam.

"Ini hari nya, biarkan nDalu lakukan apa yang dia suka" Kata nya ta kalah galak pada Ibu.
Seperti kembali saat keluarga kami masih bersama dulu, banyak pertengkaran. Aku hanya menghela nafas panjang tanda ingin mereka berhenti bertengkar. Sudah cukup rasa jengkel pada diri sendiri yang merasa terjebak oleh perbuatanku bodoh ku masih ditambah harus mendengar suara mereka bertengkar.

Memandang ke jauh depan, kepada laki laki yang ku nikahi.  Apa yang dia tau tentang aku? apa bisa aku membuatnya bahagia sementara aku tak tahu bahagia ku sendiri. Apa dia cinta aku? bagaimana seandainya suatu pagi aku bangun dan sadar bahwa sebenarnya aku tidak ingin menikahi pria ini?

Senyumnya mengembang, membawa tanganku pada genggamannya. Tangannya dingin dan berkeringat. Laki laki hitam putih. Seolah ia hanya terdiri dari dua warna itu saja. Sejenak aku tertegun, tidak pernah aku benar benar ingat wajahnya, seolah ia hanya badan tanpa rupa. 

Mungkin tidak perlu cinta untuk menikah karena ketika melihat senyumnya tadi seolah semua akan baik baik saja.

Semerbak kanthil dan melati memabukkan seolah seribu peri ikut merayakan.
















#bersambunglagi
#duamenitan lagi ya :D

Kembar Mayang

"Pernah diajari dulu kenapa Adam di turunkan ke bumi dari surga?" 

"Karena ia melanggar perintah Tuhan"

"Tau penyebabnya?"

"Hawa meminta nya untuk memakan buah khuldi"

"Maka kamu harus ingat sebagai perempuan, apa yang kamu lakukan bisa jadi adalah godaan untuk laki laki"

"Bukan karena godaan syaiton"

"Coba kamu perhatikan dalam cerita itu siapa yang paling mudah dihasut syaiton?"

terdiam.

(Teringat percakapan dengan guruku dahulu.)

Sekarang ku rasa benar, bahwa perempuan adalah sumber godaan. Meski aku bilang tidak tapi tidakku tak di ikuti dengan tindakan tegas, ketika aku bilang jangan reaksi ku hanya diam. Malam pertama tanpa akad pun terjadilah sudah.

Dan karena rasa tanggung jawabku pada diriku sendiri aku pun menikah, diam dalam kamar pengantin sambil memejamkan mata saat juru paes membuat simbar menjangan di kedua alisku.

Ibu ku marah besar, tega sekali aku padanya katanya. Si Botak mata berbinar hanya memandangiku tak percaya kenapa aku bisa menyalip pernikahannya. Eyangku seperti biasa selalu memanggil untuk memberi wejangan. Ia tidak pernah mengatakan kalau saja ketika nasi sudah menjadi bubur.

"nDuk, Garwo kui Sigaraning Nyowo. Kamu dan suami mu adalah satu. Mulai saat ini ingat ingat terus urip mu swargo nunut neroko katut, senangnya bersama susahnya juga. Kudu ngerasake bareng amergo wes dadi siji"

Mengangguk meski dalam hati bilang, bahwa aku tidak sengaja, luput, khilaf. Laki laki ini meski bukan orang baru tapi tak pernah sekalipun ia menaruh hati.

Hampir seminggu yang lalu tiba tiba ia bertemu lagi dengan laki laki ini. Laki laki yang tampak polos yang tanpa sengaja ia tergoda dengan pandangan mata. Hanya dari pandangan mata saja lalu terjadilah. 

Membuka mata, memandang wajah di kaca. Sama sekali bukan aku. Biar, biar mahluk yang di cermin itu saja yang menikah bukan aku.

Kembar mayang sudah di bawa para domas dan joko kumolo. Waktu nya drama di mainkan. Pasang senyum mu nDalu, jangan pernah terlihat susah perintahnya pada mahluk dalam cermin.



Selasa, 15 Oktober 2013

Srengenge

Panase ngenthang ngenthang


Langkahnya setengah dipaksa, sedari tadi matahari tiada henti membakar menyengat kulitnya. Tertunduk ... seolah ia sedang memperhatikan jalan dan langkahnya, seandainya ada yg melihat betul betul diantara keringatnya ada tetesan air mata. 

"Wong wedhok isone mung nangis" begitu kata ibu nya dulu sebelum ia pergi dari rumah.

Seumur hidup ia berusaha membuktikan bahwa perempuan tidak hanya bisa menangis seperti kata ibu nya. Tapi kali ini ia kalah.... air mata nya keluar juga, hanya karena laki laki yang dititipi hati nya memutuskan memilih gadis lain.

"Njeng, lamaran ku diterima" katanya tadi pagi ceria sekali

"Kerja di mana?" Menanggapi si mata berbinar binar yang dulu sekali kepalanya selalu botak

"Lamaran ku buat si Nurul anak desa sebelah itu, teman kita SMA dulu" Kalau saja bisa terlihat, hatinya si mata berbinar pasti sedang sibuk merayakan seolah bahagia hanya miliknya saja.

"Kamu bilang sayang aku"masih bingung tidak mengerti

"Iya, aku sayang kamu. Sebagai teman." Mata berbinar mulai terlihat bingung.

"Aku ndak pernah lho Njeng menjanjikanmu apa-apa, aku juga tidak pernah melarangmu bergaul dengan laki laki lain. Suatu kali aku pernah bilang pada mu, jikalau ada kecocokan maka mungkin benar kita berjodoh, tapi kalau ternyata di suatu hari kita menemukan orang lain yang lebih cocok maka kita bebas memilih." Ujarnya lagi, matanya tak lagi berbinar.

Tersenyum pelan, "Iya, aku tahu" Lalu berjalan pulang 

5 langkah pertama air mata bisa ditahan, tapi lama kelamaan satu persatu turun. Semakin ditahan semakin menderas. Maka jarak yang tadi nya hanya 20 meter pun dia perpanjang demi menghabiskan sisa air mata, seolah tidak perlu menyisakan setetes pun untuk di rumah.

Sungguh srengenge nyunar hari ini sama sekali tidak bersahabat dengannya. Memandang langit dengan benda bulat cerah seperti memandang si botak dengan mata berbinar. Tangisnya kembali turun.








*karena laki laki dan perempuan itu beda
*tulisan yg habis dibaca 2 menit :D



Jumat, 20 September 2013

Curhat

Iya nih lagi butuh tempat curhat, tentang laki laki yang beberapa saat ini ada dalam hidup saya... sebenernya sih kuping saya ya. 

Selalu menuntut perubahan *seolah dia semacam partai politik ya. Yang dia gak sadar sebenernya saya juga banyak berubah setelah kenal dia, sampai beberapa teman kaget juga. Dan akhirnya saya lelah.

Berubah seperti apa lagi, harus gimana lagi. Pernah nggak terpikir ketika kamu meminta orang lain berubah orang itu mengeluarkan segala daya upayanya? Tenaga saya rasa nya habis. Bukan berarti saya nggak suka ketika perubahan itu kearash kebaikan.

Saya suka jadi baik, tapi baik juga butuh proses.

Lalu terpikir, ketika ia meminta saya berubah mungkin sebetulnya bukan saya yang tepat untuknya. Diluar sana pasti banyak orang lain yang sesuai standart nya. Saya merasa semakin lama saya semakin menurut tapi juga semakin jauh dari "sempurna" nya dia.

When there's a will there's a way, I guess I don't have enough will to make a way to your heart :D  bukan karena saya nggak ingin berubah, hanya karena saya mulai lelah.


Rabu, 14 Agustus 2013

arum ndalu

"Dari bapakmu tadi?" Tanya suara ketus perempuan di telpon.

"Iya" Jawabku singkat

"Anak durhaka! tidak lagi kau ingat cara nya dulu meninggalkan kita? masih juga kau temui dia" .Murka 

"Dia bapakku juga kan?" tanya ku masih tenang

"Anggap saja bapakmu sudah mati" Perintah perempuan itu lagi

"Ibu.." Baru saja hendak ia sampaikan alasanku telpon sudah ditutup diseberang sana.

Rumpun arum ndalu di pojok halaman rumah eyang mulai mengeluarkan semerbak memabukkan, duduk terdiam diteras temaram dengan penerangan lampu yang kurang dari 10 watt sambil terus memegangi telepon genggamnya. Masih tidak mengerti kenapa hanya masalah sepele bisa membuat ibu nya marah besar.

"Ndalu, nduk...." Suara eyangnya dari dalam rumah memanggil

Perlahan bangkit, menutup pintu kupu tarung dari jati buatan tempo dulu. Masuk sebentar ke kamar eyangnya untuk merapikan amben dan kelambu sebelum mbak Tum membawa eyang dari ruang tengah.

"Aku yang bilang pada ibu mu kalau kau pergi menemui bapak mu" Kata eyang dalam papahan mbak Tum.

"Kenapa?" Tanyaku

"Supaya dia tau" Jawab eyang mulai rebahan.

"Dia tau pun percuma kan? Supaya dia bahagia musuhnya sakit?" tanyaku jahat.

"Percaya eyangmu ini, anakku itu lain di mulut lain di hati. Ibu mu tidak sejahat apa yang diucapkannya" senyum samar nya mengembang. 

Aku masih diam. duduk di pinggiran amben eyang.

"Tapi bukankah kita para perempuan semua begitu, apa yang ada dimulut berbeda dengan apa yang ada dihati?" Matanya memejam tanda minta jangan diganggu lagi.

"Sugeng ndalu eyang, sugeng sare." Katanya perlahan lalu mencium pipi kempot perempuan tua itu. Dibetulkannya lagi kelambu eyang sebelum keluar kamar.

"arum ndalu putuku...." 

Kamis, 23 Mei 2013

sonten

lanjutan http://kandangyuni.blogspot.com/2013/05/kinjeng.html



Menatap marah mukanya merah...


"Aku ndak butuh dikasihani!!" teriaknya. Badannya kering kurus.. seperti tanaman lama tak disiram.

"Siapa yang menyuruhmu datang" Masih marah

"Aku dikirimi layang, bilang bapak sakit, lalu aku disuruh datang"

Ia diam. Mukanya masih marah. Aku menunduk agar tak terkesan menantang, bapak dari dulu selalu tak pernah menatap mataku ketika ia memarahiku.


Perempuan yang duduk disamping tempat tidur besi rumah sakit itu jauh lebih muda dari ibu ku. Wajahnya lembut, sabar.

"Aku yang minta ndalu mengunjungimu. Kau bilang kau rindu anakmu" Kata nya perlahan sambil mengusap lengan suaminya.

"Tau apa kamu apa yang kurasa" Kali ini marah pada perempuan itu tanpa nada tinggi yang tadi dipakainya padaku.

Mukanya masih nampak tegang, mengejang seolah seluruh kulit lekat erat dengan tengkoraknya.


Aku tetap tinggal, duduk dalam diam, tanpa memandang tanpa bicara.



"Bapakmu rindu, ia hanya gengsi" Katanya perlahan ketika bapak tertidur, menjejeriku duduk di sofa ruangan.

Bau obat pel menyengat tapi diujung bawah celah lemari kecoa pun masih betah singgah.

Aku hanya diam.

"Kau marah karena aku merebut bapakmu?" Tanyanya setengah berbisik dengan nada menahan emosi

"Aku ndak tau" Jawabku datar

"Aku dan bapakmu, kami saling cinta" Katanya seolah membela diri.

"Salahku lah kalau bapakmu menjadi tidak setia pada ibu mu" Nada menyesal.

Aku masih diam. Menunduk. Cinta itu apa? Menikah itu apa? setia itu apa? Aku tidak pernah benar benar mengerti.

Sampun Sonten ... Sampun wayahe wangsul








note : Sampun Sonten ... Sampun wayahe wangsul = sudah sore... sudah waktunya pulang
layang : surat









gws dad



















Kinjeng

http://kandangyuni.blogspot.com/2013/02/enjang.html


Lanjutan...

"Pernah liat kinjeng?" Tanya usil bocah laki laki berambut gundul yang tinggal di samping rumah Eyangku. Aku menggeleng tanda tidak paham apa kinjeng itu.

"Mirip kamu, kelihatan selalu kesasar sendirian" katanya lagi

"Aku nggak pernah kesasar" Kataku pelan

"Tapi buatku kamu tetap mirip kinjeng, kamu seperti kinjeng yang selalu kesasar masuk rumah orang hahaha" Katanya sambil tersenyum.


Percakapan itu terjadi 5 tahun setelah aku pindah ke rumah eyang putri. Sedang menangis sendirian di pematang sawah tak jauh dari desa kami. Ibu ku menikah lagi, lalu pergi dengan laki laki itu. Sejak itu semua teman sepermainanku memanggilku kinjeng.




Ibu tidak lupa menengokku sesekali seperti janji nya. Yang kuketahui kemudian, itu juga saat ia meminta uang pada eyang karena suami baru nya tidak bekerja. Sama seperti suami  ke 3 nya ke 4 nya. Mereka tidak pernah tidak membuat eyangku susah.

Memandang wajah tua yang cemberut leyeh leyeh lelah di atas amben. Matanya menerawang jauh, seperti seolah ia tidak benar benar ada di amben tua berbau kayu lapuk itu. 

"Ndalu, nduk... apapun yang terjadi pada mu, simpan rapat rapat itu. Kita perempuan harus pintar menyimpan rahasia." Kata nya perlahan sebelum akhirnya terbatuk parah. Sudha beberapa tahun ini paru paru nya bermasalah, ia kesusahan tiap kali hendak bicara agak panjang.

Aku terdiam. Teringat dulu sekali dimasa kecilku. Aku terasa digantung dengan dongeng yang diceritakannya sebelum aku tidur. Timun Mas yang tak kunjung usai. Sampai sekarang aku tak pernah tertarik membaca atau mencari tau kelanjutan cerita setelah Timun Mas dikejar kejar Buto karena ingin mendengar langsung dari bibir pendongeng handal yang selalu jatuh tertidur setiap kali dibagian itu, menyisakan rasa penasaranku yang kemudian menahan kantuk ku.

Hanya kali ini bukan dongeng, tapi nasehat. Aku tau ujungnya nanti adalah bagaimana menjadi perempuan sejati tidak seperti ibu ku. Supaya tak menjadi buah bibir orang banyak. 
Supaya ketika aku bertemu bapakku beberapa hari lagi aku bisa menahan diri ku untuk menceritakan apa apa saja yang sudah ibu ku lakukan.

Laki laki tua itu tiba tiba memberi kabar, setelah sekian lama nya ia hilang dari hidupku. Pernah sekali dulu dikabarkan oleh orang orang kampung yang kebetulan bertemu dengannya bahwa ia mencari aku dan ibu ku tapi tak berani menginjakan kaki di rumah eyang. hanya menunggu di ujung desa.

Hanya sepucuk layang yang mengabarkan bahwa ia sakit dan minta untuk dijenguk......






nyambung lagi yaaaa......


Note : kinjeng : capung
buto : raksasa












Kamis, 11 April 2013

farewell party

There shall be no tears 'cos death hold no fear
I know I will be miss but never more than this
I hate to say goodbye 'cos I might end up cry


Selasa, 12 Februari 2013

Enjang

Matahari belum juga terbit ketika ia melangkahkan kaki ke pawon. Duduk terdiam diatas amben kecil ditemani keluk dari tungku tempat memasak air. Senthir sudah lama padam. 


Diam, menikmati aroma pawon sambil memperhatikan keluk yang terlihat samar dengan penerangan api dari tungku.


Dinding gedheg di sampingnya mulai mengeluarkan suara suara....


"Brambange dikupas semua tum" Perintah suara wanita yang lebih tua, suara Simbah Putrinya. 

Matanya mencari celah antar anyaman gedhegNampak cahaya temaram dari ruang sebelah.

"Sedoyo ndoro?" tanya mbak Tum

"Iyo, kabeh." Kata si mbah. 

Dua perempuan itu duduk sambil mulai mengolah bumbu.


"Piye iki Tum, anakku kok uripe soyo nelongso" sambat Simbah

"Pripun ndoro?" Tanya mbak Tum sopan tangannya masih sibuk mengupas brambang

" Bojone anakku kui lho Tum, kesrimpet bebed kesandhung gelung"

Raut wajah mbak Tum terlihat bingung

"Bapakke Ndalu kui Tum, lagi edan wedhokan


Itu sebabnya Ibu mengajakku pulang ke rumah simbah kali ini? Kenapa semua buku pelajaranku pun dibawa? Tiba tiba aku rindu rumahku.....







to be continued....



Note:
pawon : dapur
gedheg : dinding dari anyaman bambu
Senthir : suluh
Brambang : bawang merah
Sedoyo ndoro : semua nyonya
Iyo, kabeh : iya semua
Piye iki : bagaimana ini 
uripe soyo nelongso : hidupnya semakin susah
Pripun ndoro : bagaimana nyonya
Bojone : suami / istri
kesrimpet bebed kesandhung gelung : pepatah jawa untuk menggambar kan keadaan seorang laki laki yang sudah beristri jatuh cinta pada perempuan lain.
edan wedhokan : gila perempuan.