Rabu, 16 Oktober 2013

Ulem-ulem

Gendhing Kebo Giro berkumandang tanda ke ria an.

Bapak ku menikahkan ku hari ini, meski ia tampak lemas karena belum sembuh betul. Di sisi nya selalu ada perempuan yang kutemui di Rumah sakit tempo hari. 

Tampak sabar menyiapkan keperluan bapak, pun tak nampak jengkel ketika tau bahwa bapak akan menemaniku dan Ibu dipelaminan nanti nya. O ya namanya Rum, sebut saja Bu Rum

Ibu ku membawa serta suami no 4 nya. Kurasa cap KUA buku nikah mereka pun belum kering benar saat ini. Laki laki ini lebih muda 7 tahun dari Ibu ku, terlihat jauh lebih gemuk dari terakhir kali kami bertemu. Wajahnya sumringah, sesekali aku memperhatikan ekor matanya melirik pada gadis gadis muda yang lalu lalang.

Kurang apa hidupku? bukankah harusnya hari ini aku merasa bahagia sebahagia- bahagia nya? ketika semua orang yang kusayangi datang dan membuatku istimewa. tapi aku tetap merasa sedih, merasa tidak siap dan ingin kabur saja. Seandainya ada orang yang menculikku saat ini aku pasti akan ikut dengan suka rela.

"Perhatikan langkahmu, jangan melamun" bisik ibu ku galak ketika menggandengku ke pelaminan, di sisi lain bapakku tampak memandangnya tajam.

"Ini hari nya, biarkan nDalu lakukan apa yang dia suka" Kata nya ta kalah galak pada Ibu.
Seperti kembali saat keluarga kami masih bersama dulu, banyak pertengkaran. Aku hanya menghela nafas panjang tanda ingin mereka berhenti bertengkar. Sudah cukup rasa jengkel pada diri sendiri yang merasa terjebak oleh perbuatanku bodoh ku masih ditambah harus mendengar suara mereka bertengkar.

Memandang ke jauh depan, kepada laki laki yang ku nikahi.  Apa yang dia tau tentang aku? apa bisa aku membuatnya bahagia sementara aku tak tahu bahagia ku sendiri. Apa dia cinta aku? bagaimana seandainya suatu pagi aku bangun dan sadar bahwa sebenarnya aku tidak ingin menikahi pria ini?

Senyumnya mengembang, membawa tanganku pada genggamannya. Tangannya dingin dan berkeringat. Laki laki hitam putih. Seolah ia hanya terdiri dari dua warna itu saja. Sejenak aku tertegun, tidak pernah aku benar benar ingat wajahnya, seolah ia hanya badan tanpa rupa. 

Mungkin tidak perlu cinta untuk menikah karena ketika melihat senyumnya tadi seolah semua akan baik baik saja.

Semerbak kanthil dan melati memabukkan seolah seribu peri ikut merayakan.
















#bersambunglagi
#duamenitan lagi ya :D

1 komentar:

  1. "Mungkin tidak perlu cinta untuk menikah karena ketika melihat senyumnya tadi seolah semua akan baik baik saja" Muaaacchhh...

    BalasHapus