Selasa, 20 Maret 2012

Astaka -bag 3-

Lihat mereka, keluargaku ... perempuan perempuan yang selalu menampakkan wajah masam. Salah satu alasan untuk pergi lagi. Macan betina itu yang selalu membuatku ingin selalu pulang tapi diamnya Dahlia dan anak anak kami yang selalu memusuhiku membuatku enggan berlama lama dirumah. Tidak pernah ada kata manis yang terucap dari Nang dan Shin untukku, bahkan hanya untuk sekedar basa basi. Padahal aku yang menafkahi mereka, memberi mereka jabatan.



Macan betina itu pun tidak pernah mengajakku berdiskusi tentang anak anak , wajahnya yang sendu selalu membuat rindu. Betapa ia tidak tau hanya ia yang selalu kucinta. Perempuan lain? aku punya banyak tapi tidak pernah ada yang sesempurna macan betina ini.


Dahlia bukan perempuan yang akan marah marah dan mengamuk, ia lebih kejam dari itu. dahlia membuatku merasa tidak dicintai, ini lebih kejam dari semua amarahnya. Padahal hanya ia yang kucinta.



Shin lah yang paling nampak kebenciannya padaku. Ia bahkan tidak mau memandang wajahku ini, padahal ia yang paling mirip. Tidak tau apa yang ada di otak anak itu. Selalu terlihat seperti patung dewa perang, wajahnya selalu saja merengut. Diluar rumah, suatu ketika aku pernah tanpa sengaja melihatnya bersama teman temannya, wajahnya betul betul santai, bisa tertawa bahkan banyak bicaranya. 


Kalaupun Shin suka perempuan bukan laki laki, biar ... 


Nang, mana ada orang yang berani berkata buruk tentang kelakuannya selama ini. Uangku yang menutup mulut orang orang itu... . Herannya Nang jadi lebih "nakal" dibanding aku. Aku tidak pernah punya anak selain yang 3 itu, selalu tau apa yang mereka lakukan meski tidak mendengar dari mereka sendiri. Tapi Nang dia sama sekali tidak mau tau apa yang Gambir lakukan.


Kalau aku jarang pulang bukan berararti aku tidak menyebar mata mata untuk mengawasi 3 perempuan dalam rumah ini. Aku tau siapa saja pacar Nang, yang mana yang baik ...hmmm... hampir semua sama buruknya ... yang baik sebetulnya hanya ayahnya Gambir. 


Pemuda itu dulu datang padaku minta untuk mengawini Nang, aku bilang tanya Nang dia yang menentukan hidupnya sendiri. Ternyata Nang tidak mau menikah meski kandungannya sudah semakin besar.


Terserah mereka jika ingin terus memusuhiku, bapaknya... aku memang tidak tau bagaimana bergaul dengan anak anak. Tidak merasa perlu kedekatan emosional, ini hanya akan membuat mereka lemah, cengeng dan manja. 


Dengan Gambir lain, aku ingin ia lebih dekat denganku. Siapa lagi yang bisa kusayang sayang dan memujaku seperti anakku Sam dulu selain cucuku Gambir. Aku yakin tidak ada Dahlia menjelek jelekan ku di depan Gambir. Gambir yang mulai menjaga jarak ketika usianya masuk belasan tahun, kalau kutanya kenapa ia hanya bilang malu , sedah gede.


"Cari Gambir!" perintahku pada Masri sejam yang lalu... 


Duuh Gustiiii dimana Gambir cucuku......