Rabu, 21 Maret 2012

Gambir -bag 5-

Pulang ya.... kemana? tadi begitu lihat mobil Pak Tua parkir depan halaman rumah rasanya jadi malas pulang. Seolah itu bukan rumah lagi kalo ada pak tua disana.


Dulu iya, rumah paling nyaman didunia, Nang yang cuek , Shin yang lucu, Nenek yang penyayang, Pak Tua yang memanjakan.


Semakin besar... semakin banyak tau kenyataan hidup gak melulu indah...


Rasanya koq bukan seperti keluarga yang dulu aku tau ya.


Beberapa waktu lalu mendapati seorang teman laki laki bilang bahwa Nang yang ibu ku perek. "kalo ibunya aja kayak gitu apalagi anaknya" katanya sambil tertawa pada teman temannya.Tamparan hebat buatku, membuat ku marah besar pada Nang yang seolah menempatkanku pada posisi yang sama... perek. Padahal aku belum pernah berdekatan dengan laki laki manapun


Aku punya cukup uang, aku cukup pintar ...pasti aku bisa bisa hidup... tapi kenapa langkah kaki ku tidak juga menjauh dari rumah, karena aku tidak punya tempat lain untuk dituju? karena ternyata aku tidak punya teman atau sahabat yang bisa ku jadikan tempat bersandar?


Tapi aku punya Ayah... laki laki yang baru kukenal 3 hari ini, yang membuatku menyadari bahwa Nang tidak "membuatku" sendirian. Laki laki yang ketawanya bisa membuat semua sumur kering menjadi penuh air lagi.

Ia pasti mau menampungku kan....


"Pulang Non..." tanpa kusadari pak Masri sudah ada disampingku.
"Semua Kuatir" lanjutnya lagi


Kuatir? Semua? koq bisa? Nang pergi tiap malam tidak pernah ada yang ribut... 


"Pak Masri, antar aku ke rumah Ayah ya" Pintaku 


"Ibu Mas Reno galak non, saya takut nanti malah Nona kecil diusir"


"Oma baik koq pak, aku sudah ketemu... " rengek ku


Oma mungkin galak, tapi ia tidak mungkin bisa menolak ku kan? Percaya pada Ayah... itu katanya Ayahku saat menjemput dari sekolah sehari setelah kami bertemu untuk pertama kalinya. Oma-ku orang yang kaku, yang senyumnya tidak juga terkembang saat bibir ku sudah mulai kaku membentuk lengkung.


Ia mau menerimaku dirumahnya hanya karena aku anak dari darah dagingnya sendiri. Dirumahnya juga ada kebencian, benci pada keluarga kami, pada Nang terutama. Aku tidak mau tinggal dirumah yang seperti itu tidak ada bedanya dengan rumah yang kutinggalkan sekarang.


Tapi.... "pak Masri...antar ke setasiun aja pak" 


Aku tau berat hati pak MAsri menurutiku kali ini. Tapi aku tiba tiba ingin melihat dunia, ingin pergi yang jauh.


Sekolah akan berakhir sebulan lagi, sekarang saatnya aku membuat "sarang" ku sendiri.....
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar