Selasa, 20 Maret 2012

Kenanga -bag 2-

Tiba tiba suasana jadi aneh begini, si Nyonya besar tampak kuatir ... Tuan besar entah acting atau sungguh sungguh  saya nggak tau. Seperti inikah mereka saat saya dulu tidak pulang kerumah tepat waktu? nggak kan? mereka nggak pernah sekuatir ini sama saya, padahal usia Gambir sekarang lebih tua setahun dari saat saya melahirkannya. Benar ya kakek nenek lebih kuatir pada cucu nya ketimbang pada anak sendiri.


Harusnya mereka tidak perlu kuatir, saya yakin ia baik baik saja. Gambir adalah kebalikan saya, saya si gila pesta, si penyuka hura hura, selalu ditemani laki laki, sementara gambir si kaku penyendiri dan sinis, dibanding jadi anak saya ia lebih pantas jadi anak nya Yashinta. Ia tidak mungkin melakukan hal yang aneh aneh.


Gambir, saya sempet membenci kelahirannya. Merasa masa muda saya direnggutnya. Tapi ini juga salah saya sampai terjadi Gambir. Siapa nama bapaknya Gambir pun saya hampir lupa, begitu banyak laki laki dalam hidup saya.Kalaupun saya dulu tidak dinikahi ayah Gambir itu bukan masalah besar, saya memang tidak ingin menikah.


Sampai sekarangpun saya punya banyak pacar. Lihat apa yang sudah Tuan Besar lakukan pada Nyonya, sering membuatnya menangis diam diam, sering membuatnya antara ada dan tiada.Benci saya mengatakannya tapi Ibu saya sudah lama tidak ada dalam badan itu. Yang ada hanya Nyonya pemilik rumah tempat kami tinggal yang seperti patung. Pernikahan adalah neraka. Nyonya besar terlalu lemah untuk laki laki seliar Tuan besar. 


Nyonya besar terlihat punya nyawa lagi adalah saat saya melahirkan Gambir. Saat hanya berdua Gambir ia hidup. Tapi pada saya dan Shinta ia bukan lagi ibu kami dulu, terlebih ketika Tuan besar datang. Ia kembali menutup diri rapat rapat.


Seminggu yang lalu Gambir membuat saya hampir menamparnya, tanpa alasan ia menerobos masuk kamar saya sambil berkata "Malu saya punya kamu sebagai Ibu" . Saat itu suasana hati saya sedang bagus, saya sedang tidak ingin bertengkar dan sama sekali tidak ingin tau latar belakang tiba tiba ia bicara begitu.


"Nang, coba telp walikelasnya Gambir, tanya ada kegiatan apa disekolah" Nyonya besar membuyarkan celoteh dipikiranku.


"Nggak punya Nomer Hapenya... coba Nyonya yang cari" Malaaas rasanya.


"Gambir anakmu... tanggung jawabmu" Suara Tuan berat terdengar.


Saya anakmu, mana tanggung jawabmu? suara saya dalam hati. Saya nggak minta materi, saya hanya ingin kehadiranmu sebagai Ayah saya. Bukan laki laki yang sesekali pulang kerumah.


Dalam geram saya menelpon sekretaris saya minta dicarikan nomer telp walikelas Gambir....


Gambiiir .... apa yang sudah kamu lakukan? 


Marah.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar