Jumat, 30 Maret 2012

Garempung

"Sudah hampir ketiga.. semoga tidak kemarau panjang lagi", suara pelan simbok tersamar suara keras garempung diluar rumah. 

Suara garempung selalu mengingatkanku pada Ibu. Perempuan yang meninggalkan ku puluhan tahun lalu itu selalu suka suara ini. teringat secuil percakapan masa kecil ku dengan ibu



***
"Suara apa itu bu?"
"Garempung" matanya masih menatap cermin, memakai pupur bagoran yang dibeli di warung ibunya Sum
"Kenapa bunyi nya seperti itu?"
"Mau kawin" jawabnya pendek sambil terus berdandan.
"Kenapa harus kawin?"
"Supaya punya anak" Mulai tidak sabar menghadapi pertanyaanku
"Seperti Ibu? berarti ibu juga kawin?"
Pertanyaanku tidak dijawab, juga pertanyaan pertanyaan tentang siapa bapakku.
 
***


Orang orang dikampungku seperti juga dikampung kampung kebanyakan suka sekali bergosip.
Dari mereka lah akhirnya aku tau, ibuku tidak pernah menikah. Tiba tiba saja sudah hamil lalu melahirkanku.


Simbokku mungkin tau siapa bapakku tapi ia lebih memilih tutup mulut, bahkan kepadaku.


Pagi tadi Sum datang, ia baru saja pulang dari kota seribu cahaya. Dia bilang telah bertemu ibuku. "Ibu mu masih cantik Nur, sama seperti ketika pergi dulu wajahnya tidak berubah. Masih awet muda, rumahnya besar, Ibu mu sugih,punya kolam renang lagi. Aku diajaknya masuk rumahnya, sudah menikah dan punya anak,kamu punya adik Nur" Cerita Sum sedikit tergesa, takut simbok ku masuk dan mendengar kami membicarakan Ibu.


Simbokku masih menyimpan marah pada ibu, marah karena ibu hamil tanpa suami, marah karena ibu pergi meninggalkan aku yang artinya memberinya beban meski ia tidak pernah mengeluh didepanku beratnya membesarkan sendirian seorang cucu hanya dengan mengandalkan sawah kecil tak jauh dari rumah kami. Meski simbok marah tapi aku tau dilubuk hatinya ia sayang ibu. Manusiawi kan...


Jadi aku punya adik ...seperti apa adikku ya? Apa ibu ku sayang sama adikku? dulu aku yakin ibu sangat sayang padaku, tapi kenapa Ibu tega meninggalkanku. Tidak ada usahanya menemuiku padahal kota hanya sehari perjalanan dan bukan pindah ke pulau lain seperti kata simbok selalu.


Pikiranku tidak juga mau fokus pada televisi didepanku, suara garempung semakin keras.  Ibu pergi dari desa tepat ketika musim hujan berakhir, saat suara garempung terdengar dari seluruh penjuru desa ini.


Setiap kali mendengar suara ini harapanku mengembang, harapan ibu akan menjemputku  atau setidaknya datang berkunjung melunasi kangen ku padanya. 


Tahun berganti tahun ia tak juga pulang tapi aku terus berharap suatu saat ibuku pulang.


Ketiga                : musim panas
sugih                  : kaya
garempung       : tonggeret
bedak bagoran : bedak muka plastikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar